senja 17 Headline...

Pejuang 10 November Bertahan Hidup Jadi Penarik Becak

Saat Presiden menyerahkan gelar pahlawanan kepada sejumlah tokoh, ternyata masih banyak mantan pejuang kemerdekaan yang hidup dalam kondisi memprihatinkan.
http://i.okezone.com/content/2011/11/09/340/527131/vLsDUKONnn.jpg
Di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, seorang pelaku sejarah pertempuran 10 November 1945 Surabaya harus bertahan hidup sebagai penarik becak.

Di usianya yang sudah sangat renta, Sinto yang juga mantan prajurit Hizbullah ini tinggal di dalam rumah bambu yang reyot dan nyaris roboh di Desa Gandu, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk.

Peringatan 10 November tentu menjadi hari paling bersejarah dalam hidup pria berusia 83 tahun ini. Saat bertempur melawan Belanda di Surabaya 66 tahun silam, Sinto muda berada di barisan depan menghunus bambu runcing.

Begitu bersejarahnya perjuangan kala itu, meski usianya sudah lanjut dia masih sangat ingat dengan nama pasukan, batalyon, nama-nama daerah pertahanan, hingga nama orang-orang yang pernah menjadi komandannya dalam pertempuran.

Sinto, Rabu (9/11/2011), mengaku sudah bergabung dalam barisan Hizbullah sejak 25 Oktober 1945. Kala itu saat usianya masih 17 tahun.

Setelah menjalani pelatihan perang selama sebulan di Madiun, Jatim, Sinto dikirim untuk ikut bertempur di Wonokromo, Surabaya. Pertempuran demi pertempuran dialami Sinto gencatan senjata dengan Belanda pada 1949.

Setelah Belanda pergi dan pasukan Hizbullah disatukan menjadi TNI, Sinto tidak termasuk menjadi tentara. Pasalnya dia menolak ditugaskan ke luar Pulau Jawa.

Karena kecewa, Sinto memutuskan kembali ke masyarakat dan bekerja menjadi penarik becak. Sebuah pekerjaan berat karena kaki Sinto kondisinya sudah tidak normal akibat terkena pecahan mortir saat pertempuran. Pekerjaan menjadi penarik becak dapat dilakoni Sinto selama 55 tahun.

Setelah kondisinya yang memprihatinkan terekspose media massa empat tahun lalu, Sinto mendapat sejumlah penghargaan dan uang pensiun sekira Rp750 ribu per bulan dari pemerintah. Namun jumlah itu masih jauh untuk menghidupi dirinya.

Meski demikian, Sinto tak mau berpangku tangan dan tetap meneruskan perjuangannya bertahan hidup dengan menjadi penarik becak. Apalagi di usianya yang sudah renta, rumah yang ditempati Sinto dan butuh perawatan.

Bertepatan dengan Hari Pahwalan, dengan mata berkaca-kaca, Sinto berharap Presiden mau membantu dirinya memperbaiki rumah yang sudah mau roboh.

Sebab hasil dari pekerjaannya menarik becak tidak pernah cukup untuk ditabung dan dipakai memperbaiki rumahnya.

Jika sebelumnya terhadap para tokoh nasional seperti Buya Hamka dan Benyamin Sueb, Presiden berkenan memberi gelar pahlawan, maka Sinto tidak berharap gelar itu hanya perhatian untuk gubug tempatnya bermukim.(okezone.com)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...