senja 17 Headline...

Awas Gangguan Jiwa Mengintai Anda!

Masih ingat dengan slogan di tahun 80an? Di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat? Agaknya slogan yang sudah lama ditinggalkan kita harus kembali digaungkan. Betapa tidak. Tubuh yang kuat tidak akan tercapai bila kondisi jiwa kita tidak mendukung. Dr Suryo Darmono, SPKJ dari Departemen Psikiatri RSCM mengatakan tanpa sadar beberapa keluhan kesehatan yang kita alami justru berawal dari dalam jiwa kita sendiri. “Sakit kepala, maag yang terus menerus adalah gejala dari gangguan kejiwaan kita. Kita seringkali lebih mudah menyatakan perasaan kita seperti ketakutan dan kecemasan dalam bentuk gangguan fisik. Misalnya pusing atau sakit lainnya,” ujar dr. Suryo.



Kenali Gejalanya, Dampingi Penderita

Data dari riset kesehatan tahun 2007 menyatakan bahwa 19 juta orang Indonesia di atas usia 15 tahun mengalami gangguan kejiwaan. “Ini bisa diartikan 1 dari 10 orang mengalami masalah kejiwaan,” kata dr. Suryo. Faktor pencetus bisa berasal dari mana saja. Faktor kesulitan ekonomi, bencana alam hingga faktor kemacetan lalu lintas bisa mencetus gangguan kejiwaan. Meskipun banyak faktor pencetus, dr. Suryo memberikan penegasan pada faktor genetis. “Jika keluarga kita mengalami gangguan kejiwaan berat maka kita bisa jadi lebih rentan mengalami gangguan kejiwaan juga,” kata dia.

Namun tidak perlu merasa cemas yang berlebih. Faktor genetis hanyalah sebagian kecil saja yang harus ditakuti. Yang terpenting menurut dokter ahli kejiwaan itu adalah bagimana lingkungan anda membantu dan memberi dukungan pada penderita. “Kalau keluarga ada yang pernah sakit jiwa berat lalu lingkungan kita sangat supportif sama kita. Tidak perlu takut terkena gangguan kejiwaan,” terang dr Suryo. Itulah sebabnya dibutuhkan dukungan dari masyarakat sekitar. Tentu saja masyarakat terkecil di lingkungan kita tinggal adalah keluarga. Keluargalah yang menjadi faktor pengobat bagi gangguan kejiwaan.

Ada banyak jenis dari gangguan kejiwaan. Dimulai dari gangguan kejiwaan ringan, phobia, depresi atau bahkan insomnia adalah bentuk sederhana dari gangguan kejiwaan. Sementara halusinasi dan adanya waham yang berbeda dengan kenyataan merupakan salah satu pertanda dari gangguan kejiwaan berat. “Anak-anak, lanjut usia dan perempuan adalah mereka yang paling rentan terkena gangguan kejiwaaan,” tambah dr. Suryo.

Anak-anak menjadi rentan terkena gangguan kejiwaan disebabkan ketidakmampuan mereka untuk menangani masalah yang dihadapi. Seorang anak masih sangat terbatas dalam memahami masalah dan menyelesaikan masalahnya. Maka yang muncul kemudian adalah gangguan kejiwaan. Masalah hampir sama dihadapi lansia. Hanya bedanya lansia justru sudah akibat keterbatasan dalam menyelesaikan masalah karena keterbatasan fisik mereka.

“Kalau perempuan lebih banyak karena justru merekalah yang menjadi baban tumpuan dari penyelesaian masalah. Sementara jalur mereka untuk melepaskan beban jauh lebih sedikit dan terbatas dibandingkan kaum laki-laki,” kata dokter Suryo. Menurutnya perempuan selalu dituntut mampu menjadi “problem solver” dari semua masalah.

Gangguan kejiwaan bukanlah sesuatu yang menakutkan. Dengan pengobatan secara berkala dan teratur maka kesembuhan bisa didapat. Namun yang terpenting adalah untuk tidak menutup akses mereka. Terutama akses pengobatan. “Keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal harus mampu menjadi pendamping,” kata dr Suryo. Dan yang terpenting adalah tidak mengucilkan penderita. Dorongan semangat orang-orang terdekat akan jadi obat yang paling mujarab bagi penderita gangguan kejiwaan.

Peran Pemerintah

Masalah gangguan kejiwaan seringkali dianggap masalah sepele oleh sebagian orang. Padahal masalah gangguan kejiwaan sangatlah penting. Bayangkan saja jika angka mereka yang mengalami depresi dan stress semakin tinggi. Maka produktivitaspun akan berkurang. Ini akan menjadi kerugian bagi suatu bangsa.

Itu sebabnya pemerintah kemudian mencetuskan program screening gangguan kejiwaan di tingkat layanan kesehatan terendah seperti puskesmas. “Tidak hanya itu, mereka yang mengalami gangguan kejiwaan dapat melakukan pengobatan di puskesmas,” terang dr Suryo. Ia mengatakan dokter-dokter di puskesmas akan mampu mengatasi gangguan kejiwaan ringan. Namun jika gangguan kejiwaan yang dialami sudah lebih kompleks akan dirujuk ke rumah sakit jiwa setempat. Namun tak usah kuatir. Pengobatan masih bisa dilakukan di Puskesmas. Tentu saja usai mendapatkan rekomendasi dari rumah sakit jiwa. “Beberapa obat bisa di dapat di puskesmas. Tapi kalau sudah gangguan kejiwaan yang berat maka tidak ada jalan lain harus masuk ke rumah sakit jiwa,” tambah dr. Suryo.

Masalah pembiayaan tidak perlu khawatir. Karena program ini sudah masuk dalam program Jamkesmas dan Gakin. “Yang justru kita khawatirkan adalah asuransi swasta. Mereka justru punya klausul kecuali untuk penyakit gangguan kejiwaan. Berat jadinya,“ kata dr. Suryo. Padahal penyembuhan gangguan kejiwaan jauh lebih murah dan sederhana dari pengobatan penyakit lain, diabetes misalnya. Jika pada sakit diabetes akan ada banyak dampak ikutan seperti sakit jantung. Dari sakit jantung membutuhkan operasi klep jantung dan banyak lagi. “Sementara kalau gangguan kejiwaan minimal 2 tahun berobat bisa kembali produktif seperti sedia kala,” ujar dr. Suryo menutup perbincangan.

sumber
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...