senja 17 Headline...

Masihkah Anda Mendukung Komodo di Ajang Yang Mengandung Unsur Penipuan?

Sebuah peringatan disampaikan KBRI Bern, Swiss. Isinya menyangkut panitia New7 Wonders yang dinilai meragukan kredibilitasnya. Publik diminta berhati-hati.

"KBRI Bern meragukan kredibilitas panitia atau yayasan tersebut, dan mengimbau agar publik di Tanah Air berhati hati," kata Dubes RI Djoko Susilo dalam surat elektronik yang diterima detikcom, Selasa (1/11/2011).

Dalam versi New7 Wonders, Pulau Komodo menjadi salah satu tujuh keajaiban dunia. Nah, hal ini yang kemudian memancing publik bersimpati. Padahal, sejumlah bukti dan fakta dibeberkan KBRI Bern mengenai keberadaan Yayasan New7 Wonders.

"Tim dari Jakarta yang dibantu oleh staf KBRI Bern, mengadakan kunjungan ke alamat yang tertulis sebagai kantor Yayasan N7W: Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich, ternyata kode pos dari alamat yang diberikan tidak sesuai, seharusnya alamat itu adalah: Hoeschgasse 8 P.O. Box 1212, 8008 Zurich," jelas Djoko.

Bukan hanya itu saja, setelah dicek, P.O. Box 1212, 8008 Zurich, di mana terdapat museum Heidi Weber yang diarsiteki oleh Le Corbusier dan selesai dibangun pada tahun 1967, musium itu hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus) dari pukul 14.00-17.00.

"Sebagai yayasan, keberadaan N7W cukup unik. Yayasan ini tak jelas alamatnya, kecuali alamat email-nya, hanya tertulis N7W berdiri di Panama, berbadan hukum Swiss, dan pengacaranya berada di Inggris," tutur Djoko.

Keberadaan New7 Wonders memang mengundang kontroversi. Baru-baru ini setelah diputus pemerintah karena meminta biaya besar, panitia New7 Wonders menggelar vote melalui SMS, setelah sebelumnya melalui akses situs. New7 Wonders menggandeng mantan Wapres Jusuf Kalla untuk mengkampanyekan SMS voting bagi Pulau Komodo agar ditetapkan New7 Wonders sebagai keajaiban dunia.


Kejanggalan Panitia New7 Wonders Versi KBRI Bern



Perwakilan Indonesia di Swiss, KBRI Bern telah lama menyelidiki panitia New7 Wonders. Hasilnya diperoleh sejumlah kejanggalan. Bayangkan, alamat kantor yang diklaim berada di sebuah kota di Swiss saja tidak pernah ada.

Duta Besar RI di Swiss Djoko Susilo, dalam surat elektronik yang diterima detikcom, Selasa (1/11/2011) membeberkan sejumlah kejanggalan panitia New7 Wonders. Mulai dari kemunculan asal muasal panitia New7 Wonders hingga keberadaan mereka di mata publik Swiss. Berikut penjelasan KBRI Bern.

1. Desember 2007, N7W mengumumkan peresmian kampanye, pada tahap awal terpilih tiga destinasi wisata di Indonesia untuk masuk nominasi yaitu Taman Nasional Komodo, Danau Toba, dan Anak Gunung Krakatau bersama-sama dengan 440 nominasi dari 220 negara.

2. Agustus 2008, Indonesia mendaftar sebagai OSC dan membayar biaya administrasi masing-masing destinasi US$ 199.

3. Pada 21 Juli 2009, Taman Nasional Komodo menjadi Indonesia National Nominees dan menjadi salah satu dari 28 nominasi finalis.

4. Februari 2010, pihak N7W menawarkan kepada Indonesia untuk menjadi tuan rumah deklarasi N7W, yang rencananya dilaksanakan pada 11 November 2010.

5. Setelah melakukan penjajakan dan beberapa kali pertemuan, pada 25 November 2010 Indonesia menyatakan berminat menjadi tuan rumah.

6. Pada 6 Desember, pihak N7W menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah dengan liscense fee sebesar US$ 10 juta.

7. Pada tanggal 29 Desember 2010, keluarlah ancaman dari pihak N7W, melalui Kepala Komunikasi N7W, Eamon Fitzgerald yang memberikan batas waktu sampai 31 Januari 2011 agar pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya menjadi tuan rumah. Jika sampai batas waktu itu tidak ada ketegasan, pihak N7W terpaksa akan menngguhkan status Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai finalis N7W.

8. Todung Mulya Lubis, kuasa hukum Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ( dahulu Kembudpar) RI , pada 2 Februari 2011 silam melayangkan surat elektronik kepada pihak N7W dan memprotes rencana eliminasi TNK sebagai finalis itu. Surat tersebut ditanggapi pengacara N7W yang beralamat di London, lima hari kemudian. Isinya, TNK tidak tereliminasi, melainkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (d/h Kemenbudpar) tak lagi bisa menjadi official supporting committee (OSC).

9. Pada 11 Februari 2011, pihak Todung Mulya Lubis mengirim surat via e-mail lagi dan meminta agar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kembali menjadi OSC. Tapi tak ada jawaban untuk surat kedua itu.

10. Tetap masuknya TNK sebagai finalis tanpa keikutsertaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai OSC itu membuat harga diri sebagai bangsa dilecehkan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mewakili Pemerintah Indonesia tak boleh ikut mempromosikan.

11. Ada negara lain yaitu, Maldives, satu dari 28 finalis, pekan lalu menarik diri dari kompetisi yang dilakukan N7W itu. Maldives, sebuah negara kepulauan kecil dekat Sri Lanka, menarik diri karena urusan finansial yang dibebankan N7W.

12. Pada 28 April 2011, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kratif mengutus 8 orang delegasi yang terdiri dari Pejabat kementerian, seorang pengacara dari Kantor Pengacara Lubis, Santosa dan Maulana dan beberapa wartawan nasional untuk mengadakan penyelidikan tentang keberadaan N7W.

13. Duta Besar RI untuk Konfederasi Swiss dan Keharyapatihan Liechtenstein, membantu delegasi dari Jakarta untuk mengadakan penyelidikan. Sebagai catatan Duta Besar RI Djoko Susilo sejak kedatangannya pertama kali di Swiss telah berhubungan dengan Pemimpin Redaksi dari Harian Nasional Swiss dan selalu mempertanyakan tentang kredibilitas Yayasan N7W, sangat diherankan para pemimpin Redaksi Harian Nasional Swiss tidak mengenal keberadaan Yayasan N7W.

14. Tim dari Jakarta yang dibantu oleh staf KBRI Bern mengadakan kunjungan ke alamat yang tertulis sebagai kantor Yayasan N7W: Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8034 Zurich. Ternyata kode pos dari alamat yang diberikan tidak sesuai, seharusnya alamat itu adalah: Hoeschgasse 8, P.O. Box 1212, 8008 Zurich, di mana terdapat museum Heidi Weber yang diarsiteki oleh Le Corbusier dan selesai dibangun pada tahun 1967. Museum itu hanya buka pada musim panas (Juni, Juli, Agustus) dari jam 14.00 - 17.00.

15. Tim dari Jakarta juga mendatangi kantor Pengacara Patrick Soemmer dari Kantor Pengacara CMS von Erlach Henrici Ltd, untuk mendapatkan bantuan.

16. Sebagai yayasan, keberadaan N7W cukup unik. Yayasan ini tak jelas alamatnya, kecuali alamat e-mail-nya, hanya tertulis N7W berdiri di Panama, berbadan hukum Swiss, dan pengacaranya berada di Inggris.

17. Di mata masyarakat Swiss sendiri Yayasan N7W tidak dikenal, dan bukan bagian dari UNESCO.

18. Sebagaimana diketahui, pada 1991, Taman Nasional Komodo bersama Taman Nasional Ujungkulon, Candi Borobudur, dan Candi Prambanan oleh UNESCO dimasukkan sebagai warisan dunia. Karena reputasi UNESCO sebagai badan khusus PBB yang didirikan pada 1945 itu jauh melampaui N7W, ada baiknya kita tidak terpancing oleh aturan main N7W.

"KBRI Bern meragukan kredibilitas Panitia atau yayasan tersebut dan mengimbau agar publik di tanah air berhati hati," tutur Djoko.
www.detiknews.com

SMS-Dukung-Komodo-Penuh-Unsur-Penipuan

Kalau ada unsur penipuan, kenapa harus didukung?

Ajang untuk mendukung Komodo di ajang New 7 Wonders of Nature memang bukan main-main. Apalagi ada orang besar yang mendukung di belakangnya. Sebut saja Bapak Jusuf Kalla yang aktif menyerukan dukungan SMS untuk Komodo.

Tentu saja ini membangkitkan rasa nasionalisme dan kebanggaan akan Indonesia yang butuh diakui di mata dunia.

Tak kalah meriah, empat operator yang bekerja sama dengan ajang dukungan Komodo ini menurunkan tarif yang benar-benar terjun bebas. Bahkan saking gencarnya, server operator pun sempat crash.

Tapi ada berita tak sedap mengenai dugaan bahwa ajang New 7 Wonders of Nature tersebut penuh unsur penipuan. Berita tak sedap itu mungkin lebih tepat disebut fakta yang selama ini tak kita ketahui. Bukan soal BBM yang menyatakan bahwa Komodo kalah oleh Kadal Air Raksasa Malaysia, tapi ada fakta lain yang lebih bisa dipercaya.

Ini tentu mengguncang siapa saja yang berharap masuknya Komodo sebagai salah satu finalis bisa berujung kemenangan. Benarkah SMS dukung komodo itu ada unsur penipuan? Sebelum dijawab, mari kita telaah kasus Komodo terlebih dahulu.

Apa yang menjadi bukti bahwa World of Nature dipenuhi unsur penipuan?

Awalnya, ratusan negara yang ingin ikut diharuskan membayar biaya pendaftaran sebesar $200 saja. Tapi ketika memasuki 28 finalis, panitia meminta biaya tak terduga yang jumlahnya mencapai jutaan dollar. Bahkan Maldives yang merupakan salah satu dari 27 pesaing Komodo, melalui web resminya menyatakan pengunduran diri karena tidak puas terhadap ketidakjelasan cara penilaian oleh penyelenggara.

Tak hanya itu, lewat situs resminya, UNESCO mengonfirmasi bahwa UNESCO tak ikut-ikutan dalam ajang New 7 Wonders of Nature. Artikel yang berjudul “UNESCO mengonfirmasi bahwa UNESCO tak terlibat dalam ajang tujuh keajaiban alam baru” itu berisi jawaban atas kebingungan soal keterkaitan UNESCO dengan New 7 Wonders of Nature.


Catatan lain, pada tahun 1986 silam UNESCO sudah menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai situs warisan dunia. Cara-cara penilaian yang dilakukan New7Wonders juga berbeda dengan UNESCO.

Jika dilacak lebih teliti, New 7 Wonders Foundation tidak memiliki alamat resmi dan alamat pos. Diduga dana yang disalurkan pun tak jelas lari kemana dan untuk apa.

Apakah Content Provider di Indonesia ikut andil dalam SMS dukung Komodo yang juga berunsur penipuan?

Sepertinya masuk akal jika ada yang berpikir demikian. Sebelum tarif SMS dukung Komodo jadi Rp 1, tarif SMS adalah sebesar Rp 1.000. Saat tarif SMS yang dikirimkan ke nomor 9818 masih Rp 1.000 itu dana yang masuk juga dipertanyakan. Benarkah tarif yang terjun bebas itu tulus mendukung Komodo?

Selain alasan tersebut, seperti saya kutip dari Yahoo! bahwa sebenarnya Komodo sudah diakui di mata dunia sebagai salah satu keajaiban alam.

Jadi bagaimana dong?

Kembali ke pribadi masing-masing. Setiap orang punya alasan untuk mendukung atau tidak mendukung Komodo. Artikel ini sengaja saya tulis karena saya juga merasakan adanya unsur penipuan di ajang New 7 Wonders of Nature.

Rasanya aneh jika kita harus mengikuti ajang yang cara penjuriannya tak jelas dan masih harus membayar biaya dalam jumlah besar jika menang. Biaya yang begitu besar itu bukankah sebaiknya dialokasikan untuk kampanye wisata Indonesia yang lebih terencana dan jelas seperti misal: Truly Asia (Malaysia) dan Amazing Thailand (Thailand)?

Yang jadi pertanyaan besar selanjutnya, apakah yang ada di pikiran figur publik yang masih saja ngotot mengkampanyekan dukungan terhadap Komodo, padahal fakta-fakta ‘penipuan’ sudah jelas. Akankah nasionalisme membutakan fakta-fakta ini?

source
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...