Menurut dia, bibit padi nuklir tersebut diberi oleh Fakultas Pertanian Universitas Wiraraja Sumenep dan Desa Bilaporah Barat dipilih sebagai desa percontohan penanaman. "Dibanding bibit padi biasa, padi nuklir bulirnya lebih banyak," ujarnya.
Meski lebih menguntungkan secara ekonomi, Hamsu dan puluhan petani lainnya khawatir akan dampak negatif yang mungkin muncul. Walau demikian, sejauh ini tidak ada dampak negatif yang terjadi.
"Meski menanam, saya tidak pernah makan hasilnya. Takut karena ada nuklirnya," katanya sembari tertawa.
Rektor Universitas Wiraraja Sumenep, Alwiyah membenarkan pihaknya mengembangkan penanaman padi berteknologi nuklir di Desa Bilapora Barat.
Kegiatan itu, kata dia, atas kerja sama Universitas Wiraraja dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) antara 2005 hingga 2009 lalu. "Kami ingin kerja sama lagi dengan BATAN karena hasil padi nuklirnya bagus," tuturnya.
Rencana pembangunan reaktor nuklir di Sumenep
Alwiyah meminta media berhati-hati memberitakan soal padi nuklir ini. Dia khawatir masyarakat salah persepsi dan akhirnya menolak menanam padi nuklir.
"Dengar kata Nuklir, warga pasti menolak. Padahal, kami hanya kerja sama di bidang iptek pertanian dan perternakan, bukan pembangkitnya," ujarnya.
Dia menambahkan, selain bibit padi nuklir Mira 1, pihaknya juga mengembangkan suplemen penggemuk sapi memanfaatkan teknologi nuklir yang diberi nama suplemen pakan multinutrisi.
Suplemen ini juga terbukti ampuh menggemukkan sapi. "Perbandingannya, sapi diberi suplemen ini bobotnya lebih berat 0,5 kilogram dibanding sapi lain," ujarnya.
Alwiyah memastikan, meski memanfaatkan teknologi nuklir, tidak ada dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Sumber : tempointeraktif.com