senja 17 Headline...

Catatan Buruk di Balik SEA Games XXVI Jakarta-Palembang

Palembang - Meski pada upacara pembukaan SEA Games XXVI Jumat malam (11/11) dinilai meriah dan spektakuler, serta para atlet Indonesia dibeberapa cabang mulai mendulang emas dan menempatkan Indonesia sementara ini urutan pertama dalam memperoleh emas, dengan 24 emas, 15 perak dan 6 perunggu.



Namun dibalik suksesnya upacara pembukaan, serta sukses prestasi sementara ini ada tak enak didengar ditelinga, terlebih media asing menilai SEA Games kali ini sangat buruk.Seperti Harian Filipina, Daily Inquirer berapa hari sebelum pembukaan melaporkan mengenai buruknya penyelenggaraan SEA Games XXVI 2011 di Indonesia.

Surat kabar itu menyebut ini adalah penyelenggaraan "paling kacau" sepanjang sejarah. Seperti yang terlihat dari fasilitas penginapan dan transportasi.

Tidak hanya itu saja, surat kabar di Singapura, Straits Times juga melaporkan keracunan makanan melanda para pemain sepak bola dari Singapura, Malaysia, Kamboja dan Indonesia, yang menginap di hotel berbintang di Jakarta.

Bahkan, ketika obor SEAG tiba di Palembang, di Jakarta masih ada ribuan pekerja yang belum menyelesaikan pengaliran air. Selain itu wartawan dari Indonesia pun mempertanyakan fasilitas penunjang di media centre yang dipusatkan di Gedung Kantor Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumselbabel yang sangat minim, tanpa komputer.

Selain itu, sebelum opening closing dimulai giliran wasit pun yang ditempatkan di kapal Lambelu milik PT.Pelni kabur angkat kopor, tak tanggung jumlah sekitar 420 wasit.

Mereka (wasit) mengeluh kapal tersebut tidak layak huni karena minimnya fasilitas, mereka menilai kapal tersebut jadi tempat tinggal mereka tidak pantas untuk ukuran kelas dunia seperti SEA Games. Misalnya, satu kamar berisi delapan orang, tanpa jendela dan ventilasi. Ditambah lagi tidak adanya pendingin udara.

Ironisnya, sarana mandi cuci dan kaironisnykus (MCK) pun sangat memprihatinkan, karena hanya satu WC untuk digunakan lebih dari 100 orang. Belum lagi saat pertandingan H+1 WC /tailot di JSC juga sempat beraroma tak sedap yang membuat orang yang melintas menutup hidungnya.

Disisi lain pun, seperti tukang becak yang sengaja disewa becaknya untuk transfortasi para atlet dan official mengeluh saat gajinya mulai “disunat” oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Gaji penarik becak yang seharusnya dijanjikan Rp 200.000 per hari dipotong Rp 30.000 per hari. Artinya mereka hanya menerima Rp170.000 per hari dengan menggenjot becak dari pukul 09.00 WIB – 21.00 WIB.

Lucunya lagi, sabtu sore malam minggu kemarin official dan sejumlah atlet renang dari Singapura hendak ke luar berjalan-jalan mengitari Kota Palembang, namun saat itu tidak ada taxi yang mangkal di wisma atlet.

Salah seorang LO yang mengurus atlet renang Singapura malah menawarkan atlet dan official untuk naik angkut jurusan (minibus) dari JSC, salah seorang atlet pun menolak karena fasilitas itu tidak layak dan dinilai jorok.

Cara-cara LO tersebut sebanarnya sangat disayangkan karena tidak memberikan pelayanan yang terbaik dalam even internasional ini, apa kata dunia jika Indonesia tidak professional?

Memang Indonesia, atau Sumsel boleh berbangga dengan mengklaim sukses dalam pesta pembukaan dan prestasi sementara saat ini menjadi urut pertama dalam perolehan emas, tetapi kesukseskan tersebut tidak sepenuhnya sempurna bila dalam penyelenggaraan SEA Games masih banyak keluhan dan kritikan, bukan saja dari dalam, namun dari negara peserta SEA Games.

Tetap dibenahi apalagi jurnalis menulis bahwa penyelenggaraan SEA Games kali ini paling buruk, siapa yang harus disalahkan, panita (Inasoc), pemerintah pusat atau daerah penyelenggara (Sumsel dan DKI Jakarta)? jawabanya hanya tuhan yang tahu.

Kita sadar SEA Games kali ini memang serba mepet dan serba kebut, terutama dalam pembangunan venues di Kawasan JSC yang luasnya berhektare-hektare hanya memakan waktu delapan bulan, artinya dengan waktu sesempit itu pasti hasilnya tidak maksimal pula, meski kita akui memang tepat waktu.

Jangankan penyelenggaraan sekelas SEA Games, penyelengaraan pesta perkawinan pun,jika tidak direncanakan dengan matang dan kurangnya koordinasi hasilnya juga pasti tidak memuaskan.

Yang jelas semua terlibat dalam penyelenggaraan ini harus berlapang dada dan menerima kritikan, meski SEA Games telah berjalan setidaknya niat baik untuk melakukan perbaikan harus tetap dilakukan. Artinya cela yang bolong harus ditampal, sehingga akhirnya tidak melebar.

Sehingga bangsa lain pun yang tadinya mengkritik berbalik akan menjadi salut jika memang kita memperbaiki cela yang bolong tersebut.

sumber
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...